Nu Tos Ningal Ieu Blog

Selasa, 16 Maret 2010

Arti Sunda

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.

Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa namun dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara. Sejak dari awal hingga kini, budaya Sunda terbentuk sebagai satu budaya luhur di Indonesia. Namun, modernisasi dan masuknya budaya barat lambat laun mengikis keluhuran budaya Sunda, yang membentuk etos dan watak manusia Sunda.

Makna kata Sunda sangat luhur, yakni cahaya, cemerlang, putih, atau bersih. Makna kata Sunda itu tidak hanya ditampilkan dalam penampilan, tapi juga didalami dalam hati. Karena itu, orang Sunda yang 'nyunda' perlu memiliki hati yang luhur pula. Itulah yang perlu dipahami bila mencintai, sekaligus bangga terhadap budaya Sunda yang dimilikinya.

Setiap bangsa memiliki etos, kultur, dan budaya yang berbeda. Namun tidaklah heran jika ada bangsa yang berhasrat menanamkan etos budayanya kepada bangsa lain. Karena beranggapan, bahwa etos dan kultur budaya memiliki kelebihan. Kecenderungan ini terlihat pada etos dan kultur budaya bangsa kita, karena dalam beberapa dekade telah terimbas oleh budaya bangsa lain. Arus modernisasi menggempur budaya nasional yang menjadi jati diri bangsa. Budaya nasional kini terlihat sangat kuno, bahkan ada generasi muda yang malu mempelajarinya. Kemampuan menguasai kesenian tradisional dianggap tak bermanfaat. Rasa bangsa kian terkikis, karena budaya bangsa lain lebih terlihat menyilaukan. Kondisi memprihatinkan ini juga terjadi pada budaya Sunda, sehingga orang Sunda kehilangan jati dirinya.

Untuk menghadapi keterpurukan kebudayaan Sunda, ada baiknya kita melangkah ke belakang dulu. Mempelajari, dan mengumpulkan pasir mutiara yang berserakan selama ini. Banyak petuah bijak dan khazanah ucapan nenek moyang jadi berkarat, akibat tidak pernah tersentuh pemiliknya. Hal ini disebabkan keengganan untuk mempelajari dengan seksama, bahkan mereka beranggapan ketinggalan zaman. Bila dipelajari, sebenarnya pancaran etika moral Sunda memiliki khazanah hikmah yang luar biasa. Hal itu terproyeksikan lewat tradisinya. Karena itu, marilah kita kenali kembali, dan menguak beberapa butir peninggalan nenek moyang Sunda yang hampir.

Ada beberapa etos atau watak dalam budaya Sunda tentang satu jalan menuju keutamaan hidup. Selain itu, etos dan watak Sunda juga dapat menjadi bekal keselamatan dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Etos dan watak Sunda itu ada lima, yakni cageur, bageur, bener, singer, dan pinter yang sudah lahir sekitar jaman Salakanagara dan Tarumanagara. Ada bentuk lain ucapan sesepuh Sunda yang lahir pada abad tersebut. Lima kata itu diyakini mampu menghadapi keterpurukan akibat penjajahan pada zaman itu. Coba kita resapi pelita kehidupan lewat lima kata itu. Semua ini sebagai dasar utama urang Sunda yang hidupnya harus 'nyunda', termasuk para pemimpin bangsa.

Cara meresapinya dengan memahami artinya. Cageur, yakni harus sehat jasmani dan rohani, sehat berpikir, sehat berpendapat, sehat lahir dan batin, sehat moral, sehat berbuat dan bertindak, sehat berprasangka atau menjauhkan sifat suudzonisme. Bageur yaitu baik hati, sayang kepada sesama, banyak memberi pendapat dan kaidah moril terpuji ataupun materi, tidak pelit, tidak emosional, baik hati, penolong dan ikhlas menjalankan serta mengamalkan, bukan hanya dibaca atau diucapkan saja. Bener yaitu tidak bohong, tidak asal-asalan dalam mengerjakan tugas pekerjaan, amanah, lurus menjalankan agama, benar dalam memimpin, berdagang, tidak memalsu atau mengurangi timbangan, dan tidak merusak alam. Singer, yaitu penuh mawas diri bukan was-was, mengerti pada setiap tugas, mendahulukan orang lain sebelum pribadi, pandai menghargai pendapat yang lain, penuh kasih sayang, tidak cepat marah jika dikritik tetapi diresapi makna esensinya. Pinter, yaitu pandai ilmu dunia dan akhirat, mengerti ilmu agama sampai ke dasarnya, luas jangkauan ilmu dunia dan akhirat walau berbeda keyakinan, pandai menyesuaikan diri dengan sesama, pandai mengemukakan dan membereskan masalah pelik dengan bijaksana, dan tidak merasa pintar sendiri sambil menyudutkan orang lain.

Sumber: Bapak Eman Sulaeman, Yayasan Hanjuang Bodas, Bogor.

Sabtu, 13 Maret 2010

Dukung Pembentukan Kabupaten Cilacap Barat

Cilacap Barat Dianaktirikan
Gubernur Jateng Tetap Tak Setuju Rencana Pemekaran

Sabtu, 13 Maret 2010 | 12:13 WIB

Cilacap, Kompas - Ketimpangan pembangunan antara Cilacap bagian barat dan timur hingga saat ini tak terselesaikan. Cilacap bagian barat jauh tertinggal dibanding di timur. Kondisi ini menimbulkan kecemburuan warga di barat, sehingga dari waktu ke waktu, semakin kuat desakan kalangan warga di barat untuk memekarkan diri.

"Menurut kami, dengan mata telanjang saja ketimpangan itu sudah terlihat. Paling jelas adalah infrastruktur jalan. Hampir tidak ada jalan negara, provinsi, kabupaten, apalagi jalan desa di Cilacap Barat yang utuh," tutur Ketua Serikat Tani Merdeka Cilacap, Petrus Sugeng, Jumat (12/3).

Ia menyatakan, hampir semua jalan di barat berlubang dan sempit. Ini berbeda dengan jalan di bagian timur.

Sugeng yang juga warga Cipari, Cilacap Barat, menuturkan, perbaikan jalan di daerah barat tidak pernah dilakukan secara tuntas. Upaya maksimal yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah hanya menambal. Setiap kali musim hujan tiba jalan selalu rusak.

Dia mencontohkan, kerusakan jalan Karangpucung-Gandrungmangu-Sidareja yang sangat parah dan dari tahun ke tahun.

Di sektor pertanian pun tak jauh berbeda. Hampir semua saluran irigasi pertanian di Cilacap Barat rusak. Meski sama-sama memiliki saluran irigasi teknis, petani di Cilacap Barat hanya dapat maksimal dua kali panen setahun. Sementara petani di Cilacap Timur dapat panen tiga kali setahun.

Dengan kondisi alam yang berbukit, lembah, dan rawa, berbagai bencana seperti banjir dan longsor, sering melanda wilayah barat.

Ketersediaan pupuk juga menjadi masalah. Dengan wilayah yang luas dan transportasi sulit, harga pupuk di Cilacap bagian barat lebih mahal.

Demikian juga ketersediaan sarana transportasi yang minim juga menjadi keluhan klasik warga di barat. Bagi warga di Dayeuh Luhur, misalnya, tiap kali bepergian ke Cilacap harus menghabiskan uang Rp 200.000-Rp 250.000.

Sunarna (41), warga Kota Agung, Dayeuh Luhur, menuturkan, bila mengurus administrasi ke kota Cilacap, dia harus naik ojek Rp 50.000 dulu ke kota Dayeuh Luhur, dan menunggu angkutan ke Sidareja-sebab tak ada angkutan langsung ke Cilacap. Dari Sidareja ke Cilacap naik minibus. Itu pun hanya sampai pukul 17.00.

Biaya tinggi

Gubernur Jateng Bibit Waluyo tetap tidak menyetujui rencana pemekaran Cilacap Barat. Pemekaran wilayah membutuhkan persiapan matang dan biaya tinggi. Jika dilakukan, warga Cilacap Barat justru semakin tidak sejahtera.

Selain biaya cukup tinggi, jika dibentuk pemerintahan baru perlu membangun infrastruktur baru dan menggaji pejabat daerah. "Akibatnya, keuangan daerah habis untuk itu semua. Rakyat tidak kebagian," kata Bibit.

Cilacap Barat juga dinilai Gubernur tidak memiliki potensi daerah unggulan, yang bisa menopang kemandirian wilayah tersebut pascapemekaran. Pemerintah Daerah Cilacap diminta lebih memprioritaskan pembangunan melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan dan membuka balai latihan kerja.

Ketua Paguyuban Warga Cilacap Barat Muhtar Zain, mengaku sedih mendengar pernyataan Gubernur.

"Kami sudah mengusahakan pemekaran ini sejak lama, tetapi tak ada dukungan dari pemerintah provinsi," ujarnya. (han/den)

Sajarah Malangbong

Sajarah Malangbong
Sajarah Kacamatan Malangbong – Garut.

Ku : Didin Jaenudin, SH (Ketua Yayasan Surayudha)

Rd. Surayudha lahir taun 1787 di Limbangan Garut. Anjeuna putra ti Rd. Wira Redja, Bupati Pamanukan Subang turunan keneh Bupat Limbangan. Malangbong dibuka jeung diadegkeun ku Rd. Surayudha taun 1807 dina umur 20 taun. Anjeuna diisitrenkeun janten Wadana (Cutak Malangbong) dina taun 1814 dina umur 27 taun. Rd. Surayudha mere ngaran Malangbong tina kecap Pasir Malang katembong.

Rd. Surayudha bajoang jeung Pangeran Diponegoro ngalawan Walanda nepi ka taun 1830. Sanggeus beres perang Diponegoro dina umur 43 taun, Rd. Surayudha ngadahup ka Putri Sultan Mataram nu boga ngaran Rd. Siti Bunga Resmi (pamajikan ka hiji), dina umur 45 taun anjeuna nikah kaduakalina ka Rd. Siti Komala, Putri Rd. Sutamanggala (Lebe Malangbong nu sok disebut Uyut Jangkung).

Ti Rd. Siti Bunga Resmi boga budak 12, nyaeta :

1. Rd. Wira Bangsa (Camat Malangbong)
2. Rd. Bangsa Yudha
3. Rd. Sura Pradja
4. Rd. Wira Pradja
5. Rd. Wira Djibdja
6. Rd. Siti Kliwon
7. Rd. Siti Aminah
8. Rd. Siti Adjibah
9. Rd. Siti Djanah
10. Rd. Siti Maryam (Cigawir/Cikelepuh Limbangan)
11. Rd. Siti Aisyah
12. Rd. Sura Dimadja (H. Muhamad Ilyas) – Bojong


Ti Rd. Siti Komala boga budak 2 nyaeta :

1. Rd. Wira Yudha
2. Rd. Siti Nata Karaton


Rd. Surayudha ngantunkeun taun 1886 dina yuswa 99 taun.

Rd. Wira Bangsa putra kahiji Rd. Sura Yudha, dibabarkeun taun 1832. Dina yuswa 40 taun (taun 1872), Rd. Wira Bangsa diisitrenkeun jadi Camat munggaran di Malangbong ku Pamarentah Kolonial Walanda.


Basa Rd. Wira Bangsa diisitrenkeun jadi Camat munggaran di Malangbong. Pamarentah kolonial Walanda menta rojongan pamarentah nyaeta ngayakeun pangabutuh masarakat kayaning pasar, kantor pamarentahan, alun-alun jeung tempat ibadah.


Kusabab tanah boga Wira Bangsa teu mahi keur pangabutuh ngayakeunnana, Rd. Wira Bangsa menta rojongan ti adi-adina Rd. Wira Djibdja, Rd. Siti Aminah, jeung Rd. H. M. Ilyas (R. Suradimaja). Aranjeuna raridoeun tanahna dipake keur ngayakaeun pangabutuh masarakat (Hak Guna Pakai), kajaba tanah keur kaperluan tempat ibadah (Kaum/Masjid Agung), diwakafkeun ku H. Muhamd Ilyas (Rd. Suradimaja) dina taun 1930.

Taken from http://rosmailyas.multiply.com
Diposkan oleh Administrator di 08:56

Malangbong Hayang Ka Tasik

Malangbong Ingin Gabung ke Tasikmalaya
Senin, 06 April 2009

GARUT, (PRLM).- Wacana pemisahan wilayah Kec. Malangbong dari Kab. Garut kembali menguat. Bupati Garut Aceng H.M. Fikri berharap pemisahan wilayah tidak perlu terjadi karena Malangbong tercakup dalam kawasan pertumbuhan ekonomi.

“Perkembangan wacana pemisahan Malangbong kian memanas. Sebetulnya tidak perlu terjadi, karena Malangbong termasuk pusat pertumbuhan ekonomi Kab. Garut,” ujarnya, Minggu (5/4).

Kec. Malangbong yang termasuk wilayah utara Kab. Garut memilih luas wilayah sekira 9.235 hektar. Terdiri dari 23 desa dan didiami 115.000 penduduk, Malangbong termasuk dalam wilayah kecamatan terluas di kab. Garut.

Menurut Aceng, Malangbong sebagai jalur selatan Jawa Barat sangat strategis untuk dijadikan sentra oleh-oleh khas Garut. Selain itu, perkembangan budidaya strawberi dan hasil perkebunan lainnya menjadi potensi lain dari Malangbong.

Dia menilai, wacana pemisahan diri Malangbong dari Garut semakin menguat karena masyarakat menilai wilayah tersebut lebih dekat dengan Kab. Tasikmalaya, sehingga pelayanan publik pun mudah diakses.

“Malangbong memang lebih dekat ke Tasik daripada ke Garut. Saya paham akan jauhnya jarak yang membentang. Namun, semaksimal mungkin akan kami perhatikan Malangbong, terutama dengan membangun berbagai fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan. Mudah-mudahan tidak terjadi pemisahan diri karena Garut berharap banyak kepada Malangbong,” katanya.

Pada saat pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang digelar di aula Kec. Malangbong 25 Februari 2009 lalu, keinginan untuk bergabung ke Kab. Tasikmalaya menguat yang disampaikan sejumlah tokoh masyarakat Malangbong.

Masyarakat berharap Pemkab. Garut memberi perhatian optimal, terutama untuk penataan perkantoran, pasar dan terminal, Puskesmas, serta dua jalur jalan alternatif untuk menghindari terjadinya kemacetan.

Camat Kec. Malangbong, Drs. Nandang Sulaksana, M.Si, menyatakan ungkapan warga yang berkeinginan untuk bergabung ke Kab. Tasikmalaya itu merupakan hal yang wajar dan dinilai cukup positif. ”Namun, saya menilai ungkapan tersebut sebagai bentuk meminta perhatian dari Pemkab. Garut agar lebih memperhatikan kawasan utara Garut ini,” ucapnya. (A-158/das)***

Rabu, 10 Maret 2010

Nusantara Kacepeng Jawa

11 Maret 1966, Dinasti II Jawa (edisi Soeharto) narima mandat ti Jawa nu samemehna (Soekarno),...Dinasti Jawa 1945-1998 (53 taun) ditambah Megawati + Gusdur + SBY (15 taun),...53+15=68 taun,...Jawa seubeuh,...Hasil ka urang teu sagede Jawa malah ukur dijadikeun "sapi perah",...Rapetkeun barisan, kumpulkeun kakuatan, siapkeun pamingpin,..JAYAKEUN SUNDA,...
SUNDA PAMINGPIN NUSANTARA,...
Tibaheula nepi ka salawasna aya saluhureun jeung seke seler lainna.
Lantaran SUNDA SALAKU BANGSA INDUK NUSANTARA.