Forum Ki Sunda lahir dari kesadaran untuk menyelamatkan asset budaya santun yang mulai hilang di kalangan masyarakat Sunda. Selain itu juga untuk memperkuat kembali tali persaudaraan berdasarkan nilai-nilai budaya menuju Bangsa Indonesia yang kuat.
Deklarasi Forum Ki Sunda memproklamirkan diri sebagai Wahana Gerakan Budaya. Forum Ki Sunda ini dideklarasikan pada hari Jumat malam 26 Januari 2001 di Balai Pertemuan Bumi Sangkuriang Bandung.
Seperti yang terjadi di daerah lain, genderang kultural yang ditabuh forum komunitas masyarakat setempat masih banyak yang membawa nafas gugatan. Dalam hal ini khususnya menyangkut gugatan terhadap Orde Baru yang telah melunturkan identitas budaya lewat uniformnya. Pola yang menyalahi sunatullah pluralitas dan keberagaman, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an (Al-Hujarat:13).
Masyarakat dari berbagai Suku Bangsa di Indonesia termasuk didalamnya Etnis Sunda saat ini tengah merasakan tercabut akar budayanya. Masyarakat Sunda dengan Jatidiri Sunda Sawawa pelan-pelan diserbu budaya baru yang cenderung egosentris, materialistis dan ambisius. Dengan demikian telah ikut menodai sifat bersahabat, ramah dan terbuka dalam pergaulan Masyarakat Sunda yang terkenal someah hade ka semah atau dalam arti ramah dan baik terhadap tamu.
Melalui Forum Ki Sunda ini, menurut salah seorang pendirinya Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj adalah untuk memperkokoh kembali tali persaudaraan berdasarkan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat Sunda menuju Bangsa Indonesia yang kuat dan mandiri.
Lebih lanjut Agil katakan, prahara dan ancaman disintegrasi bangsa yang berakar pada disintegrasi budaya maupun moral perlu penyelesaian yang tepat. Kita bisa menarik pelajaran dari apa yang telah dialami Pakistan, Turki dan Sudan. Menurutnya, penyelesaian berdasarkan pendekatan budaya bisa menjadi cermin untuk mengatasi ekses negatif reformasi. Sedangkan cara politik yang sering melahirkan perpecahan dan pertikaian, dianggap telah gagal mengambil peran itu.
Bangsa Indonesia tidak akan kuat oleh reformasi politik. Dengan demikian diperlukan adanya reformasi budaya, moral dan ahlak. Dalam hal ini masyarakat dihimbau agar tidak terlalu berharap banyak terhadap keberadaan partai-partai politik. Nenek moyang kita telah mewariskan nilai-nilai budaya yang unik. Karenanya nilai-nilai itu perlu direvitalisasi dan diangkat sebagai solusi.
Sementara itu Dewan Pangaping Forum Ki Sunda Eddie Soekardi juga menilai kearifan budaya leluhur masih sangat relevan. Misalnya kata-kata arif dari Raja Sunda Padjadjaran Prabu Siliwangi, “Pakena gawe rahayu pakeun heubeul jaya di buana, pakeun nanjeur di buritan.” Adapun artinya, “tegakkan kebajikan agar lama berjaya dibumi, agar menang perang”.
Konsolidasi budaya bukanlah suatu proses instan. Hasil penyelesaian budaya memang lambat, tetapi bisa menjadi fondasi yang kuat. Fundamen itulah yang pada gilirannya diharapkan bisa melahirkan nasionalisme kultural dan religius, yang melampaui nasionalisme teritorial.
Prahara dan ancaman disintegrasi yang berakar pada disintegrasi budaya dan moral perlu penyelesaian yang tepat. Pakistan, Turki dan Sudan menurutnya, bisa menjadi cermin bahwa penyelesaian budaya bisa mengatasi ekses negatif reformasi. Sedangkan cara politik yang sering melahirkan perpecahan dan pertikaian, dianggap telah gagal mengambil peran itu.
Berdirinya Forum Ki Sunda ini menambah daftar organisasi berbasis kultural di Tatar Sunda dalam hal ini Jawa Barat. Hal ini merupakan pertanda semakin banyaknya yang peduli terhadap pentingnya symbol dan nilai kasundaan dalam upaya penemuan kembali jatidiri. Pencarian titik koordinat yang kelak menjadi starting point dalam berbuat.
Tetapi dibalik semua cita-cita rekonstruksi identitas dan karakter Forum Ki Sunda tersebut, sempat mengundang tanya masyarakat terhadap keberadaannya. Karena sederet nama elit organisasi kemasyarakatan tertentu namanya tercantum dalam struktur kepengurusan Forum Ki Sunda. Sehingga banyak yang beranggapan bahwa Forum Ki Sunda ini merupakan kepanjangan tangan bagi kepentingan partai politik tertentu. Namun tudingan politisasi dan eksploitasi terhadap Budaya Sunda ini dibantah oleh Agil.
“Forum ini steril dari kepentingan politik ataupun primordialisme,” demikian menurut salah seorang pendiri Forum Ki Sunda Prof. Dr. KH. Said Agil Siradj.
* Sumber: Republika, Senin 29 Januari 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar