Nu Tos Ningal Ieu Blog

Jumat, 07 Mei 2010

Kujang Jatidiri Sunda


Sekalipun kujang identik dengan keberadaan kerajaan Pajajaran pada masa silam, namun berita Pantun Bogor (PB) tidak menjelaskan bahwa alat itu dipakai oleh seluruh masyarakat Sunda secara umum. Perkakas ini hanya digunakan oleh kelompok tertentu yaitu para raja, prabu anom, golongan pangiwa, panengen, golongan agamawan, para putrid serta golongan kaum wanita tertentu, dan para kokolot. Sedangkan rakyat biasa menggunakan perkakas-perkakas lain seperti golok, congkrang, sunduk dan sebagainya. Kalau ada yang menggunakan kujang, sebatas jenis pamangkas untuk keperluan berladang.

Setiap pemakai kujang, mempunyai konvensi pembagian bentuk. Hal tersebut ditentukan oleh status sosial masing-masing. Bentuk kujang untuk raja tidak akan sama dengan kujang balapati atau barisan pratulap, dan seterusnya. Melalui pembagian tersebut akan tergambar tahapan fungsi para pejabat yang tertera dalam struktur jabatan Pemerintahan Negara Pajajaran Tengah, seperti termaktub berikut ini Raja, Lengser dan Brahmesta, Prabu Anom, Bojapati; Bopati Panangkes atau Balapati, Geurang Seurat, Bopati Pakuan diluar Pakuan; Patih termasuk Patih Tangtu dan Mantri Paseban; Lulugu; Kanduru; Sambilan; Jero termasuk Jero Tangtu; Bareusan,guru, Pangwereg dan Kokolot.

Jabatan Prabu Anom sampai Berusan, Guru juga Pangwereg, tergabung didalam golongan Pangiwa dan Panengen. Tetapi dalam pemakaian kujang, ditentukan oleh kesejajaran tugas dan fungsinya masing-masing, seperti:

* Kujang Ciung Mata-9, dipakai hanya oleh raja;
* Kujang Ciung Mata-7, dipakai oleh mantri dangka dan Prabu Anom;
* Kujang Ciung Mata-5, dipakai oleh Geurang Seurat, Bopati Panangkes dan Bopati;
* Kujang Jago, dipakai oleh balapati, lulugu dan sambilan;
* Kujang Kuntul, dipakai oleh patih (patih puri, patih taman, patih tangtu, patih jaba dan patih palaju). Juga digunakan oleh mantri (mantri paseban, mantri majeuti, mantri layar, mantri karang dan mantri jero).
* Kujang Bangkong, dipakai oleh guru, sekar, guru tangtu, guru alas dan guru cucuk
* Kujang Naga, dipakai oleh kanduru, jaro (jaro awara, jaro tangtu, jaro gambangan);
* Kujang Badak, dipakai oleh pangwereg, pangwelah, bareusan, prajurit, pratulap, pangawin, sarawarsa dan kokolot.

Selain diperuntukan bagi para pejabat tadi, kujang juga digunakan oleh kelompok agamawan, namun kesemuanya hanya satu bentuk yaitu Kujang Ciung, yang perbedaan tahapnya ditentukan oleh banyaknya “mata”. Kujang Ciung bagi Bramesta (pandita agung) bermata sembilan sama dengan milik raja. Pandita, bermata tujuh. Geurang bermata tiga. Guru Tangtu Agama, bermata satu. Golongan agamawan menyimpan pula kujang pangarak yang bertangkai panjang yang dipakai pada upacara-upacara tertentu seperti Bakti Arakan, Kuwera Bakti dan sebagainya. Dalam keadaan darurat, kujang pangarak bisa saja dipakai untuk menusuk musuh dari jarak yang agak jauh. Fungsi utama kujang bagi golongan agamawan adalah sebagai pusaka pengayom kesentosaan seluruh negara.

Kelompok lain yang juga mempunyai kewenangan memakai kujang yaitu perempuan bangsawan pakuan dan golongan yang memiliki fungsi tertentu, seperti: putri raja, putri kabupatian, ambu sukla, ambu geurang, guru aes, dan sukla mayang (dayang kaputren). Kujang bagi para perempuan ini biasanya hanya terdiri dari jenis Ciung dan Kuntul karena bentuknya yang langsing. Demikian pula ukurannya biasanya setengah lebih kecil dari ukuran kujang untuk kaum laki-laki.

Untuk membedakan status pemiliknya biasanya ditentukan oleh banyaknya mata, pamor, dan bahannya. Kujang untuk putri kalangan bangsawan Pakuan biasanya bermata lima, pamor salangkar dan bahannya besi kuning pilihan. Wanita golongan lainnya menggunakan kujang bermata tiga kebawah sampai yang tidak bermata dengan pamor tutul dan bahannya dari besi pilihan.

Kaum perempuan Pajajaran itu, selain menggunakan kujang ada pula yang memakai perkakas “khas perempuan” lainnya, yaitu kudi. Alat ini kedua sisinya berbentuk sama, seperti tidak ada bagian perut dan punggung, juga kedua sisinya tajam bergerigi seperti pada kujang. Ukurannya rata-rata sama dengan kujang bikang (kujang pegangan kaum perempuan). Panjangnya kira-kira satu jengkal termasuk gagangnya. Bahannya dari besi baja, lebih halus dan tidak ada yang memakai mata.

Sumber: Tulisan Iip Dzulkifli

Tidak ada komentar: